Sabtu, 23 November 2013

In A Corner of A Heart





            Rehyan memejamkan mata. Entah berapa kali sudah ia berusaha untuk tidur. Tiap kali matanya terpejam, selalu tergambar dengan jelas siluet wajah cantik itu. tersenyum ceria menghadapi anak-anak yang mengelilinginya.
            “Kak Sheeren! Aku duluan.” teriak salah seorang anak. “Nggak! Aku duluan!” teriak yang lain. “Eh! Aku yang tahu jawabannya!” teriak yang satunya lagi.
            Sepertinya, situasi itu tampak ribut bagi Reyhan. Tapi Sheeren, wanita cantik itu tampak begitu gembira melihat antusiasme anak-anak didiknya di sekolah kecil milik yayasan mereka. Sheeren terlihat begitu anggun di tengah kerumunan anak-anak kecil yang seolah berebut lebih dekat dengan gurunya. Halaman hijau di depan Yayasan yang selalu  sejuk di sore hari itu, selalu menjadi tempat favorit bagi Sheeren mengajar.

            Seharusnya Reyhan tidak seperti ini. seharusnya pikirannya tak boleh selalu diisi oleh Sheeren, Sheeren dan Sheeren. Wanita cantik itu bukan miliknya, dan tak mungkin jadi miliknya. Sheeren adalah milik orang lain. Milik seorang yang di kenalnya. Milik temannya sendiri. Milik seseorang yang notabene sudah ia anggap sebagai saudara dan kakaknya. Sama sebagaimana ia menganggap teman-temannya di yayasan ini sebagai saudaranya.

            Jam dinding di kamar berdentang satu kali. Ah! ada rasa geram pada diri sendiri yang dirasakan Reyhan. Tiba-tiba dinding dan semua yang menempel disana terasa seolah mengejek dirinya. Ini sudah lewat tengah malam. Reyhan mengambil bantal disampingnya, menutupi dan  menenggelamkan wajahnya dengan  bantal itu. Ah, lagi-lagi siluet wajah yang sama.
            Sheeren yang ayu, yang melihatnya sekilaspun, sanggup menyirami jiwanya yang terasa gersang, namun pula memberinya getar-getar yang menggelisahkan. Balutan kain kerudung yang bila tersapu angin, menutupi sebagian wajah dengan make up sederhana Sheeren, seolah memancarkan sinar yang memukau sekaligus menyilaukan. Membuatnya tak sanggup menatap berlama-lama, meskipun hatinya ingin, dan selalu ingin. Seperti  ada yang menarik disana. Entahlah, sesuatu yang membuatnya ketagihan ingin kembali bertemu.
            Sheeren, Sheeren dan Sheeren. Kenapa nama itu selalu melekat di hatinya? Kapan perasaan ini muncul? Hampir satu tahun yang lalukah? Ketika mereka pertama bertemu? Ketika ia duduk di satu sisi, dan melalui sebuah celah di kain pemisah, ia melihat wanita itu berada di sisi yang lain? Ketika pandangan mereka tanpa sengaja bertemu? Atau kapan? Yang dirasakan Reyhan, tiba-tiba saja nama Sheeren memenuhi ruang  hatinya, wajah anggun itu kerap muncul di langit-langit angannya. Gila! Karena jelas ia tahu Sheeren milik orang lain, yang tak mungkin dimilikinya. Gila! Karena ia merasa terlalu indah untuk membuang angan-angannya.   
            Tanpa disadari, Reyhan menggigit-gigit bibir. Ia biarkan wajahnya terus-terusan tertutup bantal. Ingin rasanya Reyhan memukul kepalanya sendiri. Gelisah yang sedari tadi menghantuinya mulai membuatnya gerah. Dibolak-balikkan badan di atas tempat tidur berukuran untuk satu orang itu. Ah! lagi-lagi Sheeren dan Sheeren!
            Ya Tuhaaan! Ampunilah hambamu ini. batinnya merintih. Dia milik orang lain, tapi kenapa hatinya begitu bodoh membiarkan getar-getar keinginan menyusup kesana? Mengapa hati ini tertarik pada sosok wanita yang bahkan sangat mungkin lebih tua darinya? Bagaimana ia bisa terpikat? Apakah karena kelembutan yang ia lihat pada diri Sheeren? Ataukah karena setelah sekian lama kesendirian menjadi temannya, sikap Sheeren yang penuh sayang pada anak-anak itu, yang Reyhan perhatikan hampir setiap Minggu sore dari jendela kamarnya di lantai atas ini, seolah membangkitkan kerinduannya akan sebuah cinta? Ataukah karena hal lain? Atau jangan-jangan ia benar-benar tertarik karena kecantikan Sheeren semata.

********

            Reyhan memicingkan mata, silau terkena sinar matahari pagi yang menerobos leluasa melalui jendela kamar yang semalam dibiarkannya terbuka. Sekilas, diliriknya jam dinding tua yang semalam dentangannya dari waktu ke waktu terasa bagai menghakiminya.
 Pukul sembilan  pagi! Reyhan melompat dari tempat tidurnya terburu-buru. Mandi, shalat, bahkan sarapan dilakukannya secepat kilat.  Berperang dengan hati dan pikirannnya semalam, nyaris membuatnya gila. Tapi setidaknya, Reyhan bersyukur bisa menghadapi satu hari kehidupan lagi. Tak perduli jadwal kuliah dan kegiatan Yayasan menumpuk, tak perduli ia musti menghabiskan hari-harinya sama seperti kemarin, lagi dan lagi. Capek, namun ada kepuasan batin disana.
Jadwal utama hari ini adalah menyelesaikan SKS yang sempat tertunda beberapa. Motornya dibawa Harry . kemarin ibunya tiba-tiba dilarikan ke Rumah Sakit. Harry harus segera menyusul kesana. Dan Reyhan menawarkan motornya. Tak apa-apa sementara ia kuliah naik bus kota. Namun, sekedar duduk menunggu waktu untuk sampai ke kampus seperti saat ini, justru membuat pikirannya lagi-lagi berkelana.
Berada di lingkungan Yayasan memang  menentramkan hatinya. Setidaknya, membuat dirinya merasa kembali hidup. Mempunyai tempat meletakkan semua kepenatannya melakoni kehidupan yang selama ini dilewatinya sendirian. Disini, ia temukan ayah, teman, saudara, kakak. Sebuah keluarga yang mensupport dan menghargainya. Orang-orang yang menerima keberadaannya dengan tangan terbuka. Membuatnya merasa berharga. Dan ia bahagia.
Ada seorang gadis manis pula disana, Aliha namanya. Reyhan suka berkirim salam padanya. Reyhan suka melihat Aliha tersipu-sipu ketika memergoki Reyhan memandanginya. Reyhan juga suka, memperhatikan Aliha, yang ia tahu, selalu mencari-cari kesempatan bahkan hanya untuk sekedar berpapasan dengannya. Reyhan asyik dengan situasi semacam itu. Aliha gadis manis dan begitu polos. Ia biarkan gosip tentang mereka beredar. Bahwa ia akan menikahi Aliha. Reyhan sama sekali tak keberatan. Sampai setahun yang lalu. Ketika Sheeren datang. Saat pandangan mereka bertemu tidak sengaja. Saat itu seperti ada sesuatu yang menghunjam dadanya. Menjadikan darahnya berdesir halus. Awalnya, Reyhan menganggap itu hanya sebuah kekaguman, karena memang Sheeren cantik.
Walaupun Sheeren telah memiliki seorang putri kecil yang manis, namun ia tak segan untuk ikut aktif dalam banyak kegiatan yayasan. Bahkan bersedia menjadi salah seorang pengajar di kelas anak-anak kecil usia Pra di sekolah non formal milik yayasan. Dengan mudah Sheeren masuk ke lingkungan mereka, dan saat itulah hati Reyhan mulai terusik.
Entah kenapa Reyhan selalu ingin melihat Sheeren di setiap event yang ada. Terkadang tak segan Reyhan sengaja mencari-cari alasan naik ke ruang atas supaya bisa melewati Sheeren yang sedang mengobrol dengan teman-teman guru di aula samping dekat tangga. Ketinggalan ini, itulah. Padahal hanya alasan supaya bisa melewati Sheeren. Sekedar melirik, dan sekejap memandang wajah ayu dan senyum manis itu. atau tertawanya yang tertahan. Semua indah bagi Reyhan.
Hampir tiap Minggu mereka bertemu. Dan hampir tiap minggu pula Reyhan makin penasaran pada Sheeren. Lupa sudah status Sheeren, lupa sudah umur Sheeren, lupa sudah.
Dan Aliha, Ia masih disana, masih tersipu-sipu memergoki tatapannya, masih mencari-cari alasan agar bisa sekedar berpapasan dengannya. Hal yang aneh adalah Reyhan bahkan makin tak segan menggoda Aliha, entah karena ia memang suka, atau sebagai pelampiasan kekecewaannya pada diri sendiri yang membiarkan nama Sheeren muncul di hatinya, menggelitik pikirannya, menemani saat sebelum tidurnya, dan membuatnya gila. Yang jelas, bagi Reyhan, tak mungkin ia jatuh cinta, dan tak mau ia jatuh cinta.
Reyhan memejamkan mata berusaha mengurangi pening yang mulai  dirasa. Bus kota ini, kenapa terasa lama sekali mengantarnya menuju kampus.