Rehyan
memejamkan mata. Entah berapa kali sudah ia berusaha untuk tidur. Tiap kali
matanya terpejam, selalu tergambar dengan jelas siluet wajah cantik itu.
tersenyum ceria menghadapi anak-anak yang mengelilinginya.
“Kak
Sheeren! Aku duluan.” teriak salah seorang anak. “Nggak! Aku duluan!” teriak
yang lain. “Eh! Aku yang tahu jawabannya!” teriak yang satunya lagi.
Sepertinya,
situasi itu tampak ribut bagi Reyhan. Tapi Sheeren, wanita cantik itu tampak
begitu gembira melihat antusiasme anak-anak didiknya di sekolah kecil milik
yayasan mereka. Sheeren terlihat begitu anggun di tengah kerumunan anak-anak
kecil yang seolah berebut lebih dekat dengan gurunya. Halaman hijau di depan
Yayasan yang selalu sejuk di sore hari itu,
selalu menjadi tempat favorit bagi Sheeren mengajar.
Seharusnya
Reyhan tidak seperti ini. seharusnya pikirannya tak boleh selalu diisi oleh
Sheeren, Sheeren dan Sheeren. Wanita cantik itu bukan miliknya, dan tak mungkin
jadi miliknya. Sheeren adalah milik orang lain. Milik seorang yang di kenalnya.
Milik temannya sendiri. Milik seseorang yang notabene sudah ia anggap sebagai
saudara dan kakaknya. Sama sebagaimana ia menganggap teman-temannya di yayasan ini
sebagai saudaranya.
Jam dinding
di kamar berdentang satu kali. Ah! ada rasa geram pada diri sendiri yang
dirasakan Reyhan. Tiba-tiba dinding dan semua yang menempel disana terasa
seolah mengejek dirinya. Ini sudah lewat tengah malam. Reyhan mengambil bantal
disampingnya, menutupi dan
menenggelamkan wajahnya dengan
bantal itu. Ah, lagi-lagi siluet wajah yang sama.
Sheeren
yang ayu, yang melihatnya sekilaspun, sanggup menyirami jiwanya yang terasa
gersang, namun pula memberinya getar-getar yang menggelisahkan. Balutan kain kerudung
yang bila tersapu angin, menutupi sebagian wajah dengan make up sederhana Sheeren,
seolah memancarkan sinar yang memukau sekaligus menyilaukan. Membuatnya tak
sanggup menatap berlama-lama, meskipun hatinya ingin, dan selalu ingin. Seperti
ada yang menarik disana. Entahlah,
sesuatu yang membuatnya ketagihan ingin kembali bertemu.
Sheeren,
Sheeren dan Sheeren. Kenapa nama itu selalu melekat di hatinya? Kapan perasaan
ini muncul? Hampir satu tahun yang lalukah? Ketika mereka pertama bertemu?
Ketika ia duduk di satu sisi, dan melalui sebuah celah di kain pemisah, ia
melihat wanita itu berada di sisi yang lain? Ketika pandangan mereka tanpa
sengaja bertemu? Atau kapan? Yang dirasakan Reyhan, tiba-tiba saja nama Sheeren
memenuhi ruang hatinya, wajah anggun itu
kerap muncul di langit-langit angannya. Gila! Karena jelas ia tahu Sheeren
milik orang lain, yang tak mungkin dimilikinya. Gila! Karena ia merasa terlalu
indah untuk membuang angan-angannya.
Tanpa
disadari, Reyhan menggigit-gigit bibir. Ia biarkan wajahnya terus-terusan
tertutup bantal. Ingin rasanya Reyhan memukul kepalanya sendiri. Gelisah yang
sedari tadi menghantuinya mulai membuatnya gerah. Dibolak-balikkan badan di
atas tempat tidur berukuran untuk satu orang itu. Ah! lagi-lagi Sheeren dan
Sheeren!
Ya Tuhaaan!
Ampunilah hambamu ini. batinnya merintih. Dia milik orang lain, tapi kenapa
hatinya begitu bodoh membiarkan getar-getar keinginan menyusup kesana? Mengapa hati
ini tertarik pada sosok wanita yang bahkan sangat mungkin lebih tua darinya? Bagaimana
ia bisa terpikat? Apakah karena kelembutan yang ia lihat pada diri Sheeren? Ataukah
karena setelah sekian lama kesendirian menjadi temannya, sikap Sheeren yang
penuh sayang pada anak-anak itu, yang Reyhan perhatikan hampir setiap Minggu sore
dari jendela kamarnya di lantai atas ini, seolah membangkitkan kerinduannya
akan sebuah cinta? Ataukah karena hal lain? Atau jangan-jangan ia benar-benar
tertarik karena kecantikan Sheeren semata.
********
Reyhan
memicingkan mata, silau terkena sinar matahari pagi yang menerobos leluasa melalui
jendela kamar yang semalam dibiarkannya terbuka. Sekilas, diliriknya jam
dinding tua yang semalam dentangannya dari waktu ke waktu terasa bagai
menghakiminya.
Pukul sembilan pagi! Reyhan melompat dari tempat tidurnya
terburu-buru. Mandi, shalat, bahkan sarapan dilakukannya secepat kilat. Berperang dengan hati dan pikirannnya semalam,
nyaris membuatnya gila. Tapi setidaknya, Reyhan bersyukur bisa menghadapi satu
hari kehidupan lagi. Tak perduli jadwal kuliah dan kegiatan Yayasan menumpuk,
tak perduli ia musti menghabiskan hari-harinya sama seperti kemarin, lagi dan
lagi. Capek, namun ada kepuasan batin disana.
Jadwal utama hari ini adalah
menyelesaikan SKS yang sempat tertunda beberapa. Motornya dibawa Harry .
kemarin ibunya tiba-tiba dilarikan ke Rumah Sakit. Harry harus segera menyusul
kesana. Dan Reyhan menawarkan motornya. Tak apa-apa sementara ia kuliah naik
bus kota. Namun, sekedar duduk menunggu waktu untuk sampai ke kampus seperti
saat ini, justru membuat pikirannya lagi-lagi berkelana.
Berada di lingkungan Yayasan
memang menentramkan hatinya. Setidaknya,
membuat dirinya merasa kembali hidup. Mempunyai tempat meletakkan semua kepenatannya
melakoni kehidupan yang selama ini dilewatinya sendirian. Disini, ia temukan
ayah, teman, saudara, kakak. Sebuah keluarga yang mensupport dan menghargainya.
Orang-orang yang menerima keberadaannya dengan tangan terbuka. Membuatnya merasa
berharga. Dan ia bahagia.
Ada seorang gadis manis pula
disana, Aliha namanya. Reyhan suka berkirim salam padanya. Reyhan suka melihat
Aliha tersipu-sipu ketika memergoki Reyhan memandanginya. Reyhan juga suka,
memperhatikan Aliha, yang ia tahu, selalu mencari-cari kesempatan bahkan hanya
untuk sekedar berpapasan dengannya. Reyhan asyik dengan situasi semacam itu. Aliha
gadis manis dan begitu polos. Ia biarkan gosip tentang mereka beredar. Bahwa ia
akan menikahi Aliha. Reyhan sama sekali tak keberatan. Sampai setahun yang
lalu. Ketika Sheeren datang. Saat pandangan mereka bertemu tidak sengaja. Saat itu
seperti ada sesuatu yang menghunjam dadanya. Menjadikan darahnya berdesir
halus. Awalnya, Reyhan menganggap itu hanya sebuah kekaguman, karena memang
Sheeren cantik.
Walaupun Sheeren telah memiliki
seorang putri kecil yang manis, namun ia tak segan untuk ikut aktif dalam
banyak kegiatan yayasan. Bahkan bersedia menjadi salah seorang pengajar di
kelas anak-anak kecil usia Pra di sekolah non formal milik yayasan. Dengan mudah
Sheeren masuk ke lingkungan mereka, dan saat itulah hati Reyhan mulai terusik.
Entah kenapa Reyhan selalu ingin
melihat Sheeren di setiap event yang ada. Terkadang tak segan Reyhan sengaja
mencari-cari alasan naik ke ruang atas supaya bisa melewati Sheeren yang sedang
mengobrol dengan teman-teman guru di aula samping dekat tangga. Ketinggalan ini,
itulah. Padahal hanya alasan supaya bisa melewati Sheeren. Sekedar melirik, dan
sekejap memandang wajah ayu dan senyum manis itu. atau tertawanya yang
tertahan. Semua indah bagi Reyhan.
Hampir tiap Minggu mereka bertemu.
Dan hampir tiap minggu pula Reyhan makin penasaran pada Sheeren. Lupa sudah
status Sheeren, lupa sudah umur Sheeren, lupa sudah.
Dan Aliha, Ia masih disana, masih
tersipu-sipu memergoki tatapannya, masih mencari-cari alasan agar bisa sekedar
berpapasan dengannya. Hal yang aneh adalah Reyhan bahkan makin tak segan
menggoda Aliha, entah karena ia memang suka, atau sebagai pelampiasan
kekecewaannya pada diri sendiri yang membiarkan nama Sheeren muncul di hatinya,
menggelitik pikirannya, menemani saat sebelum tidurnya, dan membuatnya gila. Yang
jelas, bagi Reyhan, tak mungkin ia jatuh cinta, dan tak mau ia jatuh cinta.
Reyhan memejamkan mata berusaha
mengurangi pening yang mulai dirasa. Bus
kota ini, kenapa terasa lama sekali mengantarnya menuju kampus.